Pendidikan Karakter di Era Modern

                Pendidikan karakter saat ini sudah sangat tidak asing lagi di telinga kita. Seperti yang kita ketahui, pendidikan karakter merupakan suatu usaha manusia secara sadar dan terencana untuk mendidik dan memberdayakan potensi peserta didik guna membangun karakter pribadinya sehingga dapat menjadi individu yang bermanfaat bagi diri sendiri dan lingkungannya.

            Dunia pendidikan kerap kali dijadikan sandaran oleh para orang tua untuk mencetak generasi yang berkarakter kuat. Memang harapan tersebut terlalu tinggi, namun dunia pendidikan merupakan tumpuan untuk mendidik dan mengembangkan karakter seseorang menjadi lebih baik. Bagaimana tidak, pendidikan karakter bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai karakter tertentu yang didalamnya terdapat komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, serta tindakan untuk melakukan nilai-nilai tersebut.

            Meski demikian, banyak sekali orang di luar sana bahkan para orang tua yang masih belum mengerti manfaat dari pentingnya pendidikan karakter bagi seorang anak guna masa depan mereka. Ada juga orang tua yang sudah paham namun belum berhasil untuk mendidik anak mereka menjadi lebih baik. Apalagi di era modern saat ini, banyak anak yang sudah diberi gawai tanpa dibatasi penggunaannya. Kebiasaan ini sebisa mungkin harus diubah sesuai kondisi masing-masing individu.

            Banyak pihak berandai-andai, kalau saja setiap kepandaian dibarengi dengan kepribadian yang mulia tentu akan lebih indah. Sayangnya kini “ilmu padi” tidak berlaku lagi, makin berisi makin merunduk sudah tidak populer lagi. Mengapa dunia pendidikan saat ini terlalu fokus dengan nilai akademik siswa sehingga kejujuran sudah tidak lagi berlaku? Tidak sedikit para pendidik yang hanya bergantung pada gawai untuk memberikan materi ataupun ujian, sehingga tidak tahu kemampuan yang dimiliki para siswanya. (Kementerian Pendidikan Nasional, 2010: 4)

Namun argumen tersebut tidak bisa dilihat hanya pada salah satu pihak. Siswa? Tentu saja juga dipertanyakan. Jika siswa tidak bisa jujur dan bertanggung jawab dengan apa yang dilakukan, mungkinkah siswa memiliki karakter yang baik? Era modern saat ini benar-benar diuji kualitas diri manusia. Semakin dipermudah sesuatu, membuat seseorang menjadi pemalas.

            Indonesia sudah krisis dengan orang yang mempunyai karakter baik. Jika pendidikan karakter tidak diajarkan mulai bangku sekolah, mau dimulai kapan lagi? Mungkin jika terlambat bisa jadi Indonesia sudah tidak lagi krisis orang berkarakter baik, namun Indonesia lost a person with good character. If the character is lost, everything is lost. Mereka yang kehilangan karakter ibarat benda tanpa harga. Secara umum, masyarakat lebih menghargai karakter mulia dibandingkan dengan kekayaan atau kedudukan. Harta dan kedudukan tidak mampu membeli sebuah karakter, karena jika seseorang memiliki karakter yang baik, tentu saja akan dihormati oleh setiap orang yang ditemuinya.

            Memang saat ini menjadi pintar saja tidak cukup, perlu kecerdasan dan karakter yang kuat agar ke depan bisa mengelola kekayaan sumber daya alam Indonesia. Kalau tidak dari diri kita sendiri untuk menyiapkan karakter yang baik, bagaimana bisa kita mengelola sumber daya alam Indonesia? Apakah mungkin kita merelakan semua sumber daya alam kita diolah oleh negara tetangga? Kecerdasan itu sangat diperlukan, tetapi jika tidak diseimbangkan dengan budi pekerti yang baik dan dengan nilai-nilai karakter yang baik, tidak ada gunanya. Contoh nyata di negara kita banyak sekali tikus berdasi. Mereka berpendidikan tinggi namun hati mereka busuk, mereka menggerogoti hak yang bukan hak milik mereka.

Aksi tawuran antar pelajar juga mencerminkan rendahnya karakter yang dimiliki mereka. Mereka terlalu mengagung-agungkan diri mereka dan bertindak sok jagoan kepada lawan sehingga menimbulkan rasa tidak suka antar pelajar, mengingat pelajar masuk pada tingkatan remaja dan remaja memiliki pemikiran yang labil serta belum bisa mengontrol emosi. Apalagi di era sekarang dengan mudah mendapat informasi diluar sana tanpa disaring dahulu isinya. Kalau dipikir-pikir apa hebatnya tawuran jika hanya merugikan diri sendiri dan juga orang lain, mengganggu keamanan lingkungan, dan membuat macet jalanan. Apalah arti kehebatan berkelahi, jika melawan hawa nafsu untuk melanggar aturan Illahi saja tidak mampu.

Sebaiknya pemerintah lebih menekankan pendidikan karakter di sekolah. Bukan mendominankan pendidikan yang hanya mementingkan keunggulan kognitif di sekolah, sementara mengesampingkan pendidikan karakter. Dimana hasilnya adalah individu berkarakter kuat, berpola pikir dan tingkah laku baik serta mengerti persoalan kehidupannya.

Upaya yang dilakukan oleh Menteri Pendidikan saat ini belum terlihat hilalnya, namun berdoa saja semoga Kurikulum Merdeka yang ditetapkan saat ini dapat berjalan sebagaimana mestinya. Sebagai siswa, kita sendiri tidak boleh hanya memusatkan pendidikan karakter dari sekolah ataupun pemerintah. Kita harus memiliki kesadaran dari dalam hati untuk benar-benar menginginkan memiliki karakter yang positif dan kuat.

Akhir Kata

            Banyak sekali cara yang dapat dilakukan untuk merubah dan menanamkan pendidikan karakter pada dalam diri suatu individu. Entah dilakukan oleh orang tua, lingkungan, pendidikan, dan diri sendiri yang paling utama. Jika kita berniat ingin berubah, berubahlah dengan berani dan mau menebar hal-hal positif di lingkungan sekitar. Memang tidak mudah, namun suatu hari akan merasakan dampak yang sangat luar biasa karena kita mampu berubah menjadi lebih baik setelah begitu sulit memperjuangkannya.

 

Daftar Pustaka

Romadoni, Ahmad. 2017. Jokowi: Pintar Tidak Berkarakter Tak Ada Gunanya.

Postingan populer dari blog ini

Perubahan Kebijakan Membuat Pusing Berkepanjangan

Diri Manusia